Organisasi Gafatar Pernah Berkantor di Helvetia

example banner

Medan Berita – Sepertinya keberadaan organisasi Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) sudah terbilang lumayan lama belakangan ini ada di Kota Medan. Hal ini dibuktikannya dengan berdirinya kantor Gafatar di Jalan Benteng No.3, Lingkungan IX, Kelurahan Dwi Kora, Kecamatan Medan Helvetia.

Kata Jhon, salah seorang warga sekitar  kepada awak media ini, Kamis (14/01/2016) sekira pukul 11.00 WIB menjelaskan bahwa lokasi tersebut dulunya sering tempat berkumpulnya anggota dari Gafatar.

” Dulu sering berkumpul, sekitar 6 bulan lalu,” ujarnya.

Namun, masih dijelaskannya karena didatangi petugas kepolisian sehingga plank yang berdiri di rumah berlantai dua itu dicopot oleh penyewa rumah.

” Mereka ngontrak disitu, yang punya orang Aceh,” tandas Jhon.

Untuk mengetahui aktifitas apa yang sering terjadi disana, selanjutnya awak media menemui Samsul Anwar yang menjabat sebagai Kepala Lingkungan IX, Kelurahan Dwi Kora, Kecamatan Medan Helvetia dan mengatakan rumah tersebut dijadikan tempat berkumpul orang-orang yang bergabung di organisasi Gafatar.

” Sering kumpul orang itu disana, di dalam ada kedai juga cuma perkumpulan saja yang boleh bertransaksi disana,” terang Kepling IX.

Lanjutnya berkata bahwa aktifitas Gafatar tidak terlihat lagi sejak 6 bulan belakangan.

” Dengar kabar mereka pindah ke Kalimantan,” pungkas Samsul.

Sedangkan menurut salah seorang warga yang tak ingin namanya disebut mengatakan bahwa ada warga sekitar yang terlibat dengan Gafatar.

” Ada juga orang sini, bahkan informasinya gara-gara mengikuti Gafatar ia telah bercerai dengan istrinya,” ucap pria berperawakan sedang tersebut.

Untuk memastikannya, selanjutnya awak media ini mendatangi alamat yang dimaksud, terletak di Jalan Bakti Luhur Gang Simponi, Lingkungan VII, Kelurahan Dwi Kora, Kecamatan Medan Helvetia. Menurut pernyataan kepala lingkungan, bahwa ada warganya yang mengikuti aktifitas Gafatar dan memang sudah bercerai dengan istrinya.

” Ada warga kita yang ngikuti Gafatar dan memang sudah bercerai dengan istrinya,” terang Yudi.

Dari rumah yang sederhana terlihatlah seorang perempuan berperawakan kecil. Didampingi anaknya, wanita yang mengaku bernama Tumini (34) warga Jalan Bakti Luhur Gang Simponi, Lingkungan VII, Kelurahan Dwi Kora, Kecamatan Medan Helvetia mengatakan bahwa dirinya adalah mantan istri salah satu anggota Gafatar.

” Mantan suamiku Purwanto (41) anggota Gafatar,” terang wanita yang akrab dipanggil Mini.

Dijelaskannya, dirinya menikah dengan Purwanto pada tahun 2004. Dari pernikahan mereka dikaruniai dua orang buah hati yang bernama Qoryadi (10) dan Dwi Lestari (4). Sejak tahun hubungan resmi dengan Purwanto, suami dari Mini memang sering ringan tangan. Kebiasaannya adalah merokok walau begitu Purwanto merupakan suami yang bertanggungjawab dengan giatnya berusaha. Usaha yang dilakukannya adalah sebagai pedagang bakso keliling.

Lanjutnya bercerita Pur nama panggilan mantan suaminya sudah mengikuti aktifitas sebagai anggota Gafatar sejak tahun 2009.

” Tahun 2009 dia masuk,” terangnya. Setelah memasuki Gafatar, Pur berubah drastis ditandai dengan berhenti merokok dan berbicara sudah menyinggung agama dalam setiap kata yang keluar dari mulutnya.

” Kegiatannya mulai tersendat pas Aceh digerebek warga tahun 2014 dan mereka mengurangi aktiftasnya (Gafatar) disini,” ungkap Mini dan menambahkan Pur masuk ke organisasi Gafatar tak jauh dari pengaruh Eriyadi yang merupakan pembimbing disana.

Banyak ajaran yang dilaksanakan suaminya tidak sesuai dengan syariat islam.

” Seperti Sholat tidak wajibkan, padahal itu rukun islam,” beber Mini.

Lanjutnya menjelaskan puasa di bulan ramadhan tidak ada dan setiap anggota diwajibkan berzakat. Zakat ini adalah separuh dari pendapatan anggotanya.

Mini juga sempat diajak oleh Pur mengikuti ajaran Gafatar. Namun ia menolak. Anak sulung mereka juga terimbas. Aturan dalam organisasi itu melarang adanya sekolah selain dari sekolah Gafatar.

” Ada sekolah tetapi sekolah berbasis rumah, yang mengajar ya mereka,” terangnya.

Pada saat anaknya masuk di sekolah dasar pada tahun 2010, dihari pertama sekolah itu juga dijemput oleh Pur. Hanya sehari umur pendidikan formal yang dialami oleh Qoryadi.

Di dalam kantor Gafatar juga disediakan kebutuhan yang khusus bagi anggotanya. Mereka hanya boleh bertransaksi disana.

” Ada jual sembako, macam-macamlah disana, cuma anggota aja yang boleh beli,” papar Mini.

Merasa suaminya sudah keterlaluan maka Mini mengajak Pur ke kampung di kawasan Lima Puluh, Kabupaten Batubara pada tahun 2013. Disana pun penderitaan mereka berlanjut, Mini hanya makan ubi kesehariannya.

” Tiap hari kami cuma makan ubi, gitulah katanya ajaran Gafatar,” ungkap Mini.

Setelah itu Mini memutuskan untuk pisah dengan suaminya karena sudah tidak ada kecocokan ditambah penyimpangan akidah yang dialami oleh Pur.

” Sempat mau rujuk lagi tapi saya gak mau, dua tahun yang lalu,” kata Mini. Setelah berpisah, Pur membawa Qoryadi dan Mini bersama Dwi Lestari.

” Mereka bilang ke Kalimantan,” tandas Mini.

Menurut Kepala Lingkungan IX, Samsul Anwar, masyarakat bersama lurah sudah pernah melakukan pendataan di kantor itu. Menurut informasi yang diperoleh Gafatar juga pernah berkantor di Jalan Seroja, Kecamatan Medan Sunggal.

(Laporan Dari Helvetia, MB-7)

Loading...

Comments

comments

Pos terkait