Medan Berita – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kembali tidak menghadiri sidang penyelesaian sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat (KIP) Bogor pada tanggal 14 Mei 2016.
Sidang penyelesaian sengketa informasi kelima antara Forest Watch Indonesia (FWI) sebagai Pemohon dengan BPN sebagai Termohon yang berlangsung 13 Mei 2016 di KIP. Keterbukaan informasi menjadi tuntutan masyarakat di masa kini. Akses masyarakat atas informasi diharapkan dapat meningkatkan partisipasi dalam mengawasi penyelenggaraan Negara. Termasuk didalam penyelenggaraan Negara bidang sumberdaya alam.
Dalam menggunakan haknya, FWI memperjuangkan keterbukaan informasi dokumen Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan kelapa sawit melalui penyelesaian sengketa informasi publik kepada KIP. Penyelesaian sengketa informasi ini bermula dari tidak ditanggapinya permohonan informasi FWI kepada Kementerian ATR sebagai badan publik pada September 2015.
“ Sebagai masyarakat kita punya hak atas informasi yang sudah diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Nomor 14 Tahun 2008. Sudah menjadi kewajiban bagi badan publik untuk membuka informasi seluas-luasnya kepada masyarakat,” ungkap Linda Rosalina, pengkampanye FWI.
Dijelaskan Linda, awalnya FWI melakukan permohonan informasi dokumen HGU Perkebunan kepada Kementerian ATR sebagai kebutuhan membuat analisis spasial pemanfaatan lahan dari sektor perkebunan kelapa sawit. Sayangnya, dari permohonan hingga pernyataan keberatan, Kementerian ATR tidak pernah menanggapi sama sekali. Sehingga permohonan informasi FWI berujung kedalam penyelesaian sengketa informasi publik di KIP.
Penyelesaian sengketa informasi sudah berlangsung 5 kali sidang dan 1 kali mediasi dalam kurun waktu Februari hingga Mei 2016. Sepanjang proses tersebut, Kementerian ATR sebagai Termohon tidak menghadiri 2 kali sidang dan 1 kali mediasi yang telah dijadwalkan. Tanpa kejelasan, Kementerian ATR tidak hadir dalam mediasi yang sudah disepakati sebelumnya.
“ Proses mediasi seharusnya dapat menjembatani sengketa yang terjadi, sayangnya Kementerian ATR tidak memiliki itikad baik dengan ketidakhadirannya yang tanpa alasan,” pungkas Linda.
Puncaknya setelah mediasi gagal, lanjutnya menerangkan, Kementerian ATR juga tidak menghadiri sidang ajudikasi sebagai pembuktian atas status kategori dokumen HGU terbuka atau tertutup pada tanggal 13 Mei 2016. Ketidakhadiran Kementerian ATR yang lagi-lagi tanpa alasan telah mengecewakan.
Menyikapi hal tersebut, Dyah Aryani P, salah satu Komisioner KIP angkat bicara dan mengatakan dirinya merasa kecewa atas ketidakhadiran Kementerian ART tersebut.
“ Saya sebagai majelis komisioner kecewa. Karena menurut saya ini sudah sampai tahap menghina Undang-Undang KIP. Persidangan ini tertunda-tunda,” ucap Dyah.
Lain halnya menurut Soelthon Gusstya N, wakil direktur FWI mengatakan Kementerian ATR sebagai badan publik memiliki kewajiban untuk melayani permohonan informasi hingga menjalankan proses penyelesaian sengketa informasi.
“ Sudah seharusnya Kementerian ATR memiliki itikad baik untuk mengikuti dan menyelesaikan proses sengketa informasi di Komisi Informasi Pusat sebagai bentuk kepatuhan terhadap UU KIP,” cetusnya.
(Laporan dari Indonesia Corruption Watch / MB)