Teks Foto: Para Saksi Saat Bersumpah di Hadapan Majelis Hakim, Senin (30/10/2017) pagi. (MB)
Medan Berita
Gelar sidang lanjutan yang akan dilaksanakan di ruang Kartika Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis (02/11/2017) pagi, pihak keluarga terdakwa, Rayana Simanjuntak berharap Majelis Hakim jelih dan berpihak kepada kebenaran dalam menangani perkara.
” Semoga Majelis Hakim lebih berpedoman kepada pengajuan barang bukti, pengakuan para saksi yang diragukan keterangannya dan bukti petunjuk dari hakim sesuai dengan fakta hukum agar putusan perkara kasus penipuan dan penggelapan dalam jabatan senilai ratusan juta yang menjerat kakak saya tersebut diputuskan seadil-adilnya,” harap Heny selaku adik terdakwa kepada medanberita, Rabu (01/11/2017) siang.
Heny anak nomor enam dari sembilan bersaudara ini menduga adanya kejanggalan dalam kasus yang menjerat kakak ketiganya tersebut.
” Merasa heran saja, sepertinya kasus ini dipaksakan sampai ke persidangan dan perlu dikaji ulang dalam pemeriksaannya baik ditingkat penyidik dan penuntut,” cetusnya.
Menurut keterangan terdakwa sebelumnya, Heny menceritakan, kejadian berawal saat terdakwa, Rayana Simanjuntak mantan Wakil Ketua II Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM) mengutarakan permohonan modal kerja ke Bank Sumut dan Mandiri untuk pembiayaan mobil APV sebanyak 179 unit dan Grand Max sebanyak 51 unit pada bulan Agustus 2016 namun permohonan ditolak kedua pihak Bank disebabkan karena laporan keuangan KPUM dianggap tidak jelas.
Kemudian terdakwa yang telah bekerja di KPUM selama 37 tahun itu menyampaikan penolakan tersebut kepada Ketua Umum KPUM, Jabmar Siburian dan dia terkejut mendengarnya lalu Jabmar bertanya kepada terdakwa dengan mengatakan, ada orang lain yang tau ini?, tanyanya kepada terdakwa.
Lalu terdakwa pun menjawab dan mengatakan enggak pak, selanjutnya Jabmar berpesan kepada terdakwa agar hal tersebut jangan diberitahukan kepada orang lain, ucapnya.
Setelah itu, terdakwa yang bertugas mengurusi operasional di KPUM tersebut, tiba-tiba terkejut, hak dan kewajibannya setiap hari kemudian diambil alih oleh karyawan KPUM yang bermasalah atas nama Luhut Ambarita, tak hanya itu saja terdakwa juga tidak diikut sertakan lagi dalam rapat pengurus dan mandor.
Kemudian pada tanggal 10 Desember 2016, pukul 13:15 WIB, saat terdakwa sedang menemani anaknya tujuan ke Pasar Petisah menggunakan Mobil Toyota Harier.
Tepat di persimpangan bundaran SIB Jln. Gatot Subroto, Kec. Medan Petisah di seputaran Bank Bukopin tiba-tiba terdakwa disiram air keras dengan dua orang pelaku yang diduga suruhan orang yang dikenal saat keduanya berboncengan sepeda motor Honda Beat.
Akibatnya, terdakwa mengalami cacat dibagian wajah dan melaporkan kejadian itu ke Mako Polsek medan Baru sesuai Surat Laporan Polisi Nomor: STTLP/1839/XII/2016/SPKT SEK MDN BARU.
Ironisnya sampai hari ini terdakwa tidak mengetahui perkembangan surat pengaduannya dan kedua pelaku yang belum diketahui identitasnya tersebut belum juga ditangkap.
Setelah kejadian itu kemudian terdakwa Rayana R. Simanjuntak diberhentikan oleh Ketua 1 KPUM, Drs. H. Asril Muas Tanjung dengan alasan karena terdakwa tidak mentaati anggaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) KPUM sesuai Surat Keputusan Nomor : 2523/1-B/XII/KPUM/2016 pada tanggal 20 Desember 2016.
Merasa tak senang, terdakwa kemudian melakukan gugatan ke PN Medan. Putusan perkara menyatakan tidak sah dan cacat hukum surat keputusan No.2523/I-BXII/KPUM/2016 tanggal 20 Desember 2016 perihal penonaktifan terdakwa selaku Ketua II KPUM.
Serta Ketua 1 KPUM, Drs. H. Asril Muas Tanjung melayangkan surat pemberitahuan kepada pemilik mobil atau seluruh anggota KPUM dan memerintahkan kepada terdakwa untuk mengosongkan ruangannya sesuai surat yang dilayangkan pada tanggal 4 Januari 2017.
Merasa tak bersalah, terdakwa kemudian melaporkan Drs H.Asril Muas Tanjung dan Sekretaris I KPUM, Halashon Rajagukguk ke Polda Sumut dengan pengaduan, kedua terlapor membuat Surat Palsu atau memalsukan surat sebagaimana yang tertuang dalam surat laporan nomor: LP/97/I/2017/SPKT II, tanggal 25 Januari 2017.
Setelah itu terdakwa melaporkan Jabmar Siburian selaku Ketua Umum KPUM juga ke Polda Sumut terkait laporan penghinaan dengan ancaman melalui ITE, dalam Surat Laporan Nomor: STTLP/97/II/2017/SPKT “I” tanggal 18 Februari 2017 dengan disertai bukti isi sms nomer handphone milik terlapor tersebut ke penyidik yang menangani kasus itu.
Selanjutnya kembali lagi terdakwa melaporkan Jabmar Siburian, Drs H. Asril Muas Tanjung, Nimbangsa Purba, Halashon Rajagukguk, Ali Akram, Jiwa Surbakti ke Polda Sumut dalam Surat Laporan Nomor: STTLP/190/III/2017/SPKT “II” , tanggal 23 Maret 2017 dalam kasus laporan penggelapan dana operasional sebesar kurang lebih Rp. 1.169.725.000 yang dilakukan mereka namun kasus ini di SP3 kan penyidik.
Terkait putusan perkara menyatakan tidak sah dan cacat hukum surat keputusan No.2523/I-BXII/KPUM/2016 tanggal 20 Desember 2016 perihal penonaktifan tergugat selaku Ketua II KPUM kemudian dimenangkan oleh terdakwa dari hasil surat putusan pada tanggal 20 Juni 2017.
Sedangkan terkait laporan penghinaan dengan ancaman melalui ITE yang dilaporkan terdakwa sebelumnya kemudian di SP3 karena menurut penyidik kasus ini bukan tindak pidana usai dilakukan gelar perkara tanggal 15 Juni 2017.
Selanjutnya bendahara KPUM, Jiwa Surbakti kemudian melaporkan terdakwa ke Polda Sumut dalam kasus penipuan dan penggelapan dalam jabatan dengan jumlah kerugian Rp. 559.500.000.
Sebelumnya, usai dimintai keterangan dua orang saksi di muka persidangan pada hari Senin (30/10/2017) pagi, Hakim Ketua, Janverson Sinaga perintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), untuk menaikan status saksi pelapor, Jiwa Surbakti yang menjabat sebagai Bendahara KPUM dan Sales Suzuki APV, Sukamto sebagai terdakwa dikarenakan kesaksian keduanya diragukan.
Penasehat hukum, Onan Purba, SH, CN, MKn mengatakan tidak ada KPUM dirugikan karena uang sebanyak Rp. 559.500.000 itu merupakan uang fee yang sudah dibagikan kepada 7 orang pengurus dan 2 karyawan.
Diketahui masing-masing pengurus mendapat Rp. 68.000.000 sedangkan karyawan menerima uang masing-masing mendapat Rp. 5.750.000.
Kemudian Penasehat hukum terdakwa menanyakan kepada saksi Jiwa Surbakti kemana sisa DP anggota sebesar Rp. 14.500.000 namun saksi pelapor tidak menjawabnya.
Mendengar hal itu lalu Hakim Ketua, Janverson Sinaga, SH mengulangi pertanyaan yang sama kepada saksi tersebut dan saksi mengatakan dirinya tidak tahu berapa kerugian KPUM.
Bahkan banyak pertanyaan sidang tidak bisa dijawabnya termasuk jumlah yang dibayarkan ke Sales Suzuki APV, Sukamto dengan alasan lupa.
Dipersidangan diketahui bahwa KPUM meminta DP Suzuki APV dari anggota sebesar Rp. 34 juta sedangkan DP Rp. 3 juta perunit sudah dibagi-bagi kepada semua pengurus KPUM dan 2 karyawan.
Selanjutnya ketika Jiwa Surbakti kembali ditanya hakim, apakah ikut meneken tanda terima uang fee, dia mengaku itu tekenannya tapi tidak menerima fee nya.
Atas keterangan palsu ini, hakim memerintahkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Nelson Viktor untuk memeriksa Bendahara tersebut dan membuat statusnya menjadi terdakwa.
Begitu juga Sukamto yang mengetahui uang Rp. 19,5 juta dan Rp. 16,5 juta sisanya adalah uang Rayana menurut kesaksiannya.
Ketika tim penasehat hukum terdakwa Onan Purba, SH Mkn didampingi Yuyun Elli Wahyuni Teja, SH dan Samuel Yohansen, SH menunjukan surat perjanjian fee antara dirinya dan Rayana akhirnya Sukamto tidak bisa mengelak sehingga hakim memerintahkan JPU untuk mencatat Sukamto juga sebagai terdakwa.
Sidang kemudian ditutup oleh Majelis hakim pada pukul 13:00 WIB dan dilanjutkan, Kamis (02/11/2017) pagi dengan agenda mendengarkan keterangan 4 saksi lainnya.
Perihal telah membuat kesaksian palsu di muka persidangan, tim penasehat hukum terdakwa dalam dekat ini akan melaporkan kedua saksi ke kantor polisi.
(Laporan dari Medan, MB)