JAKARTA – Pemerintah akan melakukan pendekatan yang menyeluruh untuk menangani persoalan di Aceh. Paling tidak ada dua hal yang harus bisa dilakukan dalam waktu dekat yakni soal pendidikan dan penguatan usaha bagi perempuan.
Dua soal itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak Aceh di Kantor Staf Presiden, Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Negara, Rabu (26/2/2020).
“Dua masalah ini menjadi hal yang penting untuk segera diselesaikan,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Dr Moeldoko.
Selain Moeldoko, hadir dalam Rakor tersebut Menteri Koordinator Bidang PMK Muhadjir Effendy, Menteri Desa dan PDT A Halim Iskandar, Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati serta sejumlah Dirjen dari Kemensos, Kemenkes dan Kemendikbud. Rakor dilakukan setelah pada 13 Februari, Presiden menunjuk KSP untuk menyelesaikan persoalan Aceh.
Kepala Staf Kepresidenan meminta Kementerian Kesehatan memastikan warga Aceh yang belum mendapatkan manfaat Kartu Indonesia Sehat (KIS). Data Kemenkes menyebutkan hampir 100 persen warga Aceh telah menerima manfaat KIS.
Moeldoko juga meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memastikan program Kartu Indonesia Pintar (KIP) yang merata kepada seluruh anak di Aceh mendapatkan jaminan pendidikan dari SD hingga SMA.
Jika ada yang belum mendapatkan KIP, maka Kemendikbud diminta memperbarui data mereka. “Perlu dipastikan lagi mana yang belum dapat KIS dan KIP. Mana yang masih sekolah atau tidak juga harus diperbarui, sehingga manfaat KIS dan KIP maksimal,” kata Moeldoko.
Selain penguatan pendidikan, untuk menangani Aceh juga diperlukan skema tentang penguatan usaha bagi perempuan korban konflik. Kepala Staf meminta Menteri Koperasi meninjau program pemerintah yang bisa dioptimalkan dalam hal ini.
Pada kesempatan itu, Menkop Teten Masduki mengusulkan soal skema pembagian lahan yang terintegrasi dengan konsep bisnis.
“Dua bulan lalu saya bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang berkunjung ke Malaysia. Kita bisa mencontoh apa yang dilakukan Federal Land Development Authority (FELDA) Malaysia dalam pembagian lahan,” ujar Teten.
Soal Koperasi, Teten mengaku masih melihat dulu program yang cocok bisa diterapkan di Aceh. Skema pembagian lahan untuk kombatan Aceh selanjutnya akan dibahas dengan sejumlah kementerian terkait termasuk Kementerian Keuangan.
Kebun yang akan diberikan kepada eks kombatan diupayakan menghasilkan usaha baru. Kombatan akan bisa lebih produktif dari tanah yang diperoleh dari hasil pengelolaan tanah.
Dalam soal Aceh, Menteri PPA I Gusti Ayu Bintang menyatakan kementeriannya sudah mengkaji dua hal penting untuk menyelesaikan persoalan di Aceh. Penyelesaian itu berupa rehabilitasi sosial dan pemberdayaan perempuan dan anak.
“Ke depan kami berharap ada program yang terintegrasi lintas kementerian dan lembaga. Meski konflik sudah lama berlalu, tapi trauma healing misalnya masih diperlukan,” ujar I Gusti Ayu.
Selain itu yang menjadi isu penting bagi Kementrian PPA adalah tingginya perkawinan anak di Aceh yang harus segera ditangani.(ines)